Halo! Selamat datang di blog Resna Karina, ini adalah tulisan ku yang masih perlu banyak perbaikan, pembelajaran dan jauh sekali dari kata sempurna. Feel free untuk berikan masukkan dengan meninggalkan komentar. Enjoyed!

(kiri ke kanan: Pak Uwo Sari, Mbah Bero, Ayah Cecep)   Lagi-lagi aku mendapatkan kabar duka kali ini dari sanak saudara mamahku di kampung h...

Kulo Ikhlas Gusti

(kiri ke kanan: Pak Uwo Sari, Mbah Bero, Ayah Cecep) 


Lagi-lagi aku mendapatkan kabar duka kali ini dari sanak saudara mamahku di kampung halaman. Sedih tak keruan, beginikah kehidupan? 


Bukan aku tidak terima akan rule Tuhan yang sudah ada, bukan aku tidak terima. Aku tahu ayat yang menjelaskan "Setiap yang bernyawa pasti akan mati". Aku mulai bertanya-tanya, kembali kemana? 


Rasanya, belum lama jika mudik bersama keluarga mampir ke sanak saudara yang ada di kampung halaman, bertukar cerita dan harapan. Menikmati pemandangan dan suasana pedesaan yang menenangkan. Baru saja kemaren, rasanya. Kini cerita itu tak bertukar lagi. Selesai. 


Selesai satu sama lain. 


Aku ingat sekali, setiap ayahku tiba di Jawa Tengah kampung mamah, dengan senyum gingsul khasnya ayah pasti cengar-cengir tak keruan. Mau tau kenapa? Karena ayahku tidak bisa bicara dalam bahasa Jawa. Padahal yang mengajaknya ngobrol itu banyak sekali. Mamah dari kejauhan hanya cekikan saja. 



Aku selalu rindu dengan suguhan di kampung, teh anget. Khas sekali. Aku juga ingat, pernah diajak naik sepeda ontel oleh Mbah Kakung beli Surabi lalu keliling sawah dan desa-desa tetangga sambil teriak "Iki putu ne Mbah Kakung sing ayu tekan Jakarta", nanti orang-orang menyauti beliau "Putu ne Pak Ri? Ayu temenan yo". 


Dulu aku maluuuuu sekali sampe ngadu ke mamah dan ayah, katanya "Gak apa, buat cerita suatu saat". Dan benar saja, aku ceritakan disini. Sekarang aku rindu sekali dengan hal itu. Aku rindu sekali Tuhan.... Sukari


Mbah Kakung, Sukari


Mbah Kakung kini sudah sepuh sekali, saat aku menulis ini beliau berusia 86 tahunan. Dia adalah nelayan. Nelayan yang hebat, selalu bisa 'membaca' laut. Bahkan tidak ada rasa takut sedikitpun pada hal apapun. Disuruh jalan di tengah hutan tengah malam pun, dijabanin sama beliau. Dulu aku pernah iseng becanda sama mamah, "Mah, nanti daftarin Mbah Kakung yuk ikutin uji nyali. Pasti menang, gak ada apa-apanya kan buat mbah mah". 


Saat aku sudah beranjak dewasa dan berangan-angan ingin punya banyak uang supaya bisa sering-sering berkunjung ke kampung, ke sanak saudara bahkan yang belum aku kenal itu banyak sekali, namun kenyataan tidak sesuai harapanku. Ketika aku kian dewasa, mereka pun bertambah tua. 


Satu-persatu telah berpulang, selama 6 tahun lebih masa ayahku sakit itu pun tidak sedikit sanak saudara dari ayah yang berpulang. Seiring aku beranjak dewasa jadi semakin sering tangisku pecah. Tuhan, apakah hidup harus seperti ini? 


Aku ingat saat main di sawah, saat mandi di kali atau air terjun, saat dengar Jangkrik malam-malam, saat naik delman, saat cari kayu bakar, saat meniup tungku sampai muka cemong, saat panen ikan di tambak, sumuk macet di tol, saat main di ilalang-ilalang. Aku ingat betul dengan jelas. Ternyata aku rindu semua itu. 


Kala sunatan Otong, bersama Pak Uwo Carto dan Mak Uwo Tuminah


Tuhan... Bahkan sekarang ayah tak lagi disisi kami, yang mengemudikan kami dengan sat-set-sat-set dan gagah berani. Yang selalu senyum dan negur orang bahkan dengan orang yang gak dikenalnya. 


Terkadang aku berfikir, para tetua yang telah meninggal berarti telah kembali. Kembali kemana? Kemana? Dimana tempat itu? Ya Allah... Dimana kah tempat 'kembali' milikmu yang orang-orang bilang? Adakah bisa menjadi tempat berkumpul kembali bersilaturahmi? Seperti kami yang masih hidup disini? 


Ya Allah.... Aku ingin tau tempat itu, aku ingin berkumpul kembali, ingin mengadu banyak hal. Semakin banyak runyam getir pada setiap orang baru yang aku temui. Aku lebih suka dengan para tetua terdahulu. 


Jika memang begini rule hidup yang harus dijalani ya Allah, kehilangan satu persatu orang terkasih, maka kuatkan lah hatiku dan pundakku ya Allah. 




Kulo manut Gusti...... 


0 comments: