Halo! Selamat datang di blog Resna Karina, ini adalah tulisan ku yang masih perlu banyak perbaikan, pembelajaran dan jauh sekali dari kata sempurna. Feel free untuk berikan masukkan dengan meninggalkan komentar. Enjoyed!

  "Kamu ikhlas, aku juga ikhlas ya"..... Itu adalah kata yang aku ucapkan setelah ijab penyerahan hewan kurban ku tahun ini kepada...

Belajar Ikhlas dari Hewan Kurbanku

 

"Kamu ikhlas, aku juga ikhlas ya".....


Itu adalah kata yang aku ucapkan setelah ijab penyerahan hewan kurban ku tahun ini kepada yang mengurus penyembelihan hewan kurban diwilayah rumahku. Ya, Alhamdulillah tahun ini adalah tahun pertama aku bisa membeli hewan kurban dengan uangku sendiri. Aku sangat ini berkurban atas diri aku. Allah kobul.

Bertahun-tahun banyak luka, banyak sakit, banyak pengorbanan yang aku harus alami. Memang manusia, hidup, begitulah jalannya, pasti akan ada pasang-surutnya dalam hidup. Banyak trauma pun yang aku alami, rasa hati sempat tak kuat - tak sanggup. Harus sabar yang seperti apalagi yang aku harus jalankan, Tuhan? Harus ikhlas yang bagaimana lagi yang aku terapkan? 

Nak.... kelak kau baca tulisan ini, masa muda bundamu ini penuh lika-liku dan luka :') 

Tapi aku adalah wanita yang tidak pernah menyerah, Nak..... 

(Berharap anak keturunanku kelak juga memiliki mental yang pantang menyerah).

-------------------------------------

Mendapatkan pelajaran dan ilmu memang tidak hanya dibangku dan ruang lingkup sekolah saja. Setiap hari diperjalanan spiritualku, perjalanan penyembuhanku, perjalanan hebatku, aku selalu mendapatkan pelajaran yang berharga. 

Semesta itu selalu menyertai, Allah selalu membersamai, semua yang terjadi sudah pada porsi dan kehendakNya. 


Pelajaran berharga pada saat berkurban adalah kamu harus RELA. Tentu, namanya juga "berkurban", maka kamu harus ikhlas merelakan apa yang kau kurbankan. Membeli hewan kurban dengan mengeluarkan rejeki yang Allah berikan selama ini kepadamu, lalu menyerahkannya kepada orang lain untuk dibagikan kepada banyak orang untuk bisa menikmati apa yang kita berikan. 

H-1 hari raya Idul Adha, hewan kurban ku datang, warnanya hitam polos seperti kesukaanku dan seperti kucingku yang ada di rumah. 

Kupandangi dia, kuberi dia makan, kuberi dia minum. Terlihat lelah karena perjalanan. Rasa hati langsung sayang dan 'memiliki'. Tiba-tiba sendu, "boleh tidak kalau aku pelihara saja?"

Ya ampun, aku mempersiapkan ini untuk dikurban - gumam dalam hatiku. 

Sampai malam tiba terus kupandangi hewan kurbanku, ya Allah aku sayang sama hewan ini, ingin aku beri makan terus, elus-elus, ingin aku rawat seperti kucing-kucingku di rumah. Hingga tibalah pagi hari pada Idul Adha, ku antarkan hewan kurbanku. 

"Hai Beno, (nama yang aku berikan ke hewan kurbanku) sehatkan kamu? Semalaman makankan kamu? Hhhhh"

Entahlah rasanya. 

"Resna mana? Yuk kita ijab penyerahan dulu yuk," ujar Bapak sebagai penanggung jawab penerima hewan kurban. 

Ku usap kepala hewan kurban ku seraya mengucapkan ijab penyerahan sebagai tanda berkurban tahun ini. Setelah ijab, masih memegang kepalanya kuucapkan "Kamu ikhlas, aku ikhlas ya," menahan nangis hatiku. Matanya berkedip lama seperti tanya "iya".

Terkejut.....

Hatiku tiba-tiba mendapat ketabahan dan kekuatan lebih. Lalu ku tersenyum dibuatnya. 

Tibalah saat giliran hewan kurban ku disembelih.

Berontaknya tidak hebat, teriaknya juga tidak berisik. Lalu setelah disayat bagian lehernya, tak lama kemudian matanya tertutup, tidak ada lagi suara, hanya aliran darahnya yang terdengar. 

Aku menitihkan air mata, ternyata dia 'ikhlas', dia sudah buktikan itu dan terlihat olehku. Dia meng-iya-kannya dan dibuktikan. Tidak seperti hewan kurban lainnya yang matanya tetap terbuka sampai ajalnya. Yang berontaknya begitu dashyat, yang suaranya begitu nyaring. 


https://vt.tiktok.com/ZSRdHtGd4/?k=1


Aku mengucapkan "Terima kasih ya, Beno. Terima kasih. Kamu mengajarkanku apa itu arti ikhlas. Terima kasih. Sampai jumpa disana, di akhiratnya Allah. Semoga kelak engkau menjadi kendaraan yang memudahkan kami. Terima kasih, Beno,".


Akan aku terapkan dalam kehidupanku. Pertemuanku dengan Beno amatlah singkat, hanya 1 hari saja. Tapi lagi dan lagi manusia merasa memiliki. Padahal sudah diperingatkan bahwa semua adalah titipan. Semua milik Sang Khalik. 

Beno mengajari aku makna yang dalam. Beno, akan aku terapkan dalam Perjalananku yang penuh dengan lika-liku ini. Karena memang sejatinya, inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil alamin. 



0 comments: